Friday, December 7, 2012

Akad dalam transaksi syariah


Kontrak atau Akad dalam bahasa arab adalah ‘uqud jamak dari ‘aqd, yang secara bahasa artinya, mengikat,bergabung, mengunci, menahan, atau dengan kata lain membuat suatu perjanjian. Di dalam Hukum Islam, aqd artinya: “Gabungan atau penyatuan dari penawaran (Ijab) dan penerimaan (qabul)” yang sah sesuai dengan hukum Islam. Ijab adalah penawaran dari pihak pertama, sedangkan qabul adalah penerimaan dari penawaran yang disebutkan oleh pihak pertama.
Rukun akad ada tiga, yaitu: 
1.Sighah, yaitu pernyataan ijab dan qabul dari kedua belah pihak, boleh dengan lafaz atau ucapan, boleh juga dilakukan dengan tulisan, sighah, haruslah selaras antara ijab dan qabul-nya. Apabila satu pihak menawarkan (ijab) benda A dengan harga seratus rupiah, pihak lain haru menerima (qabul) dengan menyebutkan benda A senilai seratus rupiah pula, bukan benda B yang harganya 150 rupiah. Dalamsighah kedua belah pihak harus jelas menyatakan penawarannya dan pihak yang lain harus dengan jelas menerima tawarannya (transparansi), qabul harus langsung diucapkan setelah ijab diucapkan, ijab dan qabul haruslah terkoneksi satu dengan yang lain tanpa adanya halangan waktu dan tempat, misalnya ijab ditawarkan hari ini dan dijawab 2 hari kemudian itu tidaklah sah, ijab dan qabul juga harus di lakukan di dalam satu ruangan yang sama oleh kedua belah pihak atau istilahnya harus di dalam satu majelis yang sama.
 2. Aqidan, yaitu: pihak-pihak yang akan melakukan akad, kedua belah pihak yang akan melaksanakan akad ini harus sudah mencapai usia akil-baligh (sesuai hukum yang berlaku di suatu negara), harus dalam keadaan waras (tidak gila) atau mempunyai akal yang sehat, harus dewasa (rushd) dan dapat bertanggung jawab dalam bertindak, tidak boros, dan dapat dipercaya untuk mengelola masalah keuangan dengan baik.
3. Mahal al-aqd atau objek akad yaitu: jasa, atau benda-benda yang berharga dan objek akad tersebut tidak dilarang oleh syariah. Objek akad yang dilarang (haram) oleh hukum Islam adalah: 1. Alkohol, 2. Darah, 3. Bangkai, 4. Daging babi.
Kepemilikan dari objek akad harus sudah berada pada satu pihak, dengan kata lain,objek akad harus ada pada saat akad dilaksanakan, kecuali pada transaksi Salam dan Istisna. Objek akad harus sudah diketahui oleh kedua belah pihak, beratnya, harganya, spesifikasinya, modelnya, kualitasnya. Perlu diperhatikan di sini, di dalam hukum Islam, seseorang tidak diperbolehkan untuk menjual sesuatu yang bukan miliknya, contohnya: menjual burung-burung yang masih terbang di udara, atau menjual ikan-ikan yang masih berenang di lautan lepas, karena tidak jelas berapa jumlah dan sulit untuk menentukan harga pastinya, yang berakibat pada adanya unsur ketidakpastian atau gharar. Ketidakpastian atau gharar ini dapat membatalkan akad, sama halnya dengan Riba (interest/bunga bank) dan Maisir (judi). Ketiga unsur tersebut sebaiknya dihindari dalam transaksi yang menggunakan akad syariah.


No comments:

Post a Comment